Travel Story

Kunjungan Kompasianer ke Rumah Atsiri Tawangmangu

24 April 2016 14:45:29 Diperbarui: 29 April 2016 17:34:19 728

Hari

Jam

Menit

Detik

Sudah Berakhir
Kunjungan Kompasianer ke Rumah Atsiri Tawangmangu

 Untuk menindaklanjuti BLOG COMPETITION yang diselenggarakan Komposono (Kompasianer Solo Raya) bekerjasama dengan Museum Rumah Atsiri yang belum di launching ke publik, Kompasiner Solo ingin sekali mengunjunginya, dan pihak Rumah Atsiri pun menyambut dengan gembira, serta menyediakan transportasi dan makan siang di lokasi wisata Griya Tawang, yang juga milik pihak museum itu.

Masih banyak Kompasianer yang merasa buntu idenya saat lomba menulis Museum Minyak Atsiri dipublish, dikiranya tema lomba hanya MELULU menulis tentang keberadaan museum tersebut. Padahal para peserta bisa mengeksplorasi ide kreatifnya untuk menulis hal ihwal yang masih ada kaitannya, misalnya :

1. Sejarah atsiri indonesia
2. Sejarah parfum indonesia
3. Sejarah bangunan dan atsiri rumah atsiri indonesia
4. Pengembangan minyak atsiri ke depan
5. Keberadaan Museum Atsiri untuk ilmu pengetahuan ke depan.

Jadi para peserta yang ingin ikut lomba TIDAK HARUS mengunjungi museum pun bisa menulis, dengan mengumpulkan literatur yang ada (mencari di Arsip Nasional atau koran- koran lama tahun 1961 ke atas).

Tapi berhubung KOMPOSONO atau Kompasianer Solo Raya yang punya gawe, maka banyak anggotanya yang penasaran untuk berkunjung ke sana. Akhirnya kami berangkat pada tanggal 23 April 2016 ke Tawangmangu. Saya tidak perlu menceritakan secara detil seperti biasanya bila sedang Kopdar, tapi foto-foto yang ditampilkan di bawah ini sudah bisa menceritakan kegembiraan dan kesungguhan Kompasianer untuk ikut menulis tentang keberadaan peninggalan sejarah yang terpencil di lereng Lawu ini.

Di Rempah Rumahkarya sambil menunggu teman yang belum datang, mbak Suci Handayani memotret dokumen yang berhubungan dengan keberadaan Rumah Atsiri untuk bahan penulisan nanti. Tentang Rempah Rumah Karya sudah pernah saya tulis di sini : 

http://www.kompasiana.com/290465tantepaku/dari-sampah-berubah-jadi-rempah-rumah-karya_5500ffb1813311971ffa80cf




Baru tiba di Rumah Atsiri, pada lesehan dulu di kantor sementara ada yang sholat dhuhur dan menikmati teh hangat serta ketela goreng yang enak banget, menurut semua yang hadir. Mereka pada bertanya tentang keberadaan Rumah Atsiri ini kepada saya, sebelum bertanya kepada yang lebih berkompeten di tempat itu.


Bersama mengelilingi lokasi yang akan dijadikan Taman Bunga Rumah Atsiri dalam suasana yang pas sejuk, tidak panas dan tidak pas rintik hujan, mendung ini membuat kita tidak cepat lelah. Jalan yang dibangun ini nanti bisa untuk dipakai mereka yang menggunakan Kursi Roda, makanya dibikin rata dari cor2an semen dengan campuran kerikil, agar tidak licin bila kena air hujan




Foto bersama dulu di bawah jembatan yang memiliki pondasi arsitektur yang unik. Pabrik Atsiri ini dulu merupakan proyek mercusuar bung Karno, yang telah ‘hilang’ dari catatan dokumentasi arsitektur Indonesia karena letaknya yang jauh di kaki gunung Lawu, Tawangmangu. Pada masa Soekarno setelah dekrit presiden 1959, politik luar negeri Indonesia banyak melakukan kerjasama dengan negara komunis blog-timur. Dan pabrik penyulingan minyak atsiri ini merupakan bentuk kerjasama tersebut, antara Indonesia dan Bulgaria.

Rombongan Kompasianer yang jumlahnya 14 orang terus menyusuri lokasi pabrik sereh kuno yang dulunya bernama Citronella ini untuk menggali cerita dan mendengarkan penggalan kisah dari Pak Markaban yang dahulu sempat bekerja di pabrik tersebut, sebelum mangkrak puluhan tahun itu.




Dulu bangunan pabrik atsiri ini sering terkena gempa pada tahun 1975-an, sehari bisa sampai terjadi 25 kali gempa, meskipun begitu bangunan tetap tahan tanpa retak, inilah salah satu kelebihan Rumah Atsiri dari sisi perencanaan pembangunan yang sudah dirancang untuk masa yang panjang.




Pembangunan pabrik yang berlokasi di pegunungan kemungkinan karena ingin lebih dekat dengan bahan baku, dimana syarat tumbuh dan budidaya sereh umumnya tumbuh di daerah dengan ketinggian 4.000 mdpl dengan curah hujan 1.800-2.500 mm/thn.

Lokasi Taman Bunga ini kelak akan indah sekali dan asyik dinikmati, juga ada fasilitas buat kaum difabel bila berkeliling melihat berbagai bunga yang nanti akan ditanami di sini. Tentu saja semua tanaman berkaitan dengan Minyak Asiri.

Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang, atau sering pula disebut minyak essential. Bahan baku minyak ini diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit batang, akar, dan rimpang. 



 Kami sedang berada di ruang laborat, tempat segala minyak yang diformulasikan. Umur minyak dalam botol itu sudah puluhan tahun, kelak akan dipertahankan seperti ada adanya di ruangan museum tersebut. Di sini baunya memang khas, ruangannya memang belum disentuh para pekerja, karena memang harus hati-hati agar peninggalan sejarah yang ada itu tidak rusak.


Foto bersama sebagian Kompasianer yang berani naik di atap bangunan Rumah Atsiri dengan latar belakang bukit menghijau yang asri dipandang.

 Demikianlah sekilas perjalanan Kompasianer Solo dan sekitarnya dalam kunjungan ke Rumah Atsiri yang kelak akan dijadikan Museum Pendidikan dan tempat wisata unggulan di wilayah Tawangmangu itu. Untuk kloter ke-2 nanti Kompasianer Jogja juga akan melakukan kunjungan yang sama, kita tunggu laporan berikutnya.

Untuk tahun 2016 ini Komposono memang sedang giat mencari sponsor untuk bekerjasama melakukan lomba-lomba kepenulisan dengan Kompasiana sebagai wadah kreatifnya. Kelak bila kas Komunitas ini mencukupi, Komposono bisa melakukan kegiatan yang lebih luas dalam rangka mengajak generasi muda untuk rajin menulis di Kompasiana.

Salam.

Sumber foto : Rumah Atsiri