Hallo, everyone?
Apa kabar? Masih sehat dan bahagia?
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana sudah mengajak kalian jalan-jalan ke Karimunjawa.
Admin Koteka yang ada di Aceh, Diaz sudah bercerita tentang bagaimana ia jalan-jalan ke pulau kecil yang dijuluki Belanda sebagai the Carribean van Java atau kita sebut dengan The Pearl of Indonesia. Iya, kayak mutiara betulan, bersinarrr!
Dari pemaparannya, kita tahu bagaimana harus menuju Karimunjawa. Biasanya pakai kapal besar dan cepat yang mencapai pulau dalam dua jam, namun sekarang di era pandemi agak susah karena sering tidak beroperasi.
Sebenarnya, masih ada transportasi lebih cepat lainnya yaitu lewat udara, dengan pesawat kecil, tetapi dengan alasan yang sama, juga tidak beroperasi. Sedih. Mungkin dengan speed boat yang disewa agak mahal, bisa membantu? Mimin geleng kepala, bingung ngitung harganya.
Pulau cantik ini sudah berubah dibanding 10 tahun yang lalu. Lihat saja gardu pandang dengan ukiran tulisan Karimunjawa. Di sana, kata PNS itu, sangat indah pemandangannya.
Sunrise-nya jangan ditanya lagi, "wow bgt" Sunset luar biasa juga bisa dilihat di daerah pantai. Jadi, kita disarankan untuk nggak usah ngotot pergi jauh-jauh ke Maledive karena di Indonesia ada Karimunjawa.
Ayo, siapin tabungannya dan tentu waktu yang tepat. Ingat, gelombang besar akan menjadi halangan dan sangat berbahaya.
Salah satu peserta zoom yang baru saja tahun 2021 lalu ke sana, juga ikut nimbrung menceritakan pengalamannya.
Dari Jakarta naik mobil menuju Semarang selama 5 jam. Mobil diparkir di pelabuhan dan naik kapal. Sengaja ia dan rombongan mengatur tur ekslusive, di mana tidak banyak orang dan tempat yang sepi tapi indah yang dituju.
Villa seperti di Maledive yang disewanya dengan harga mahal, biasanya diisi 2 orang dewasa dan dua orang anak. Kalau mau sih, bisa lebih.
Dipikir-pikir, memang Karimunjawa cocok bagi orang Jawa dan sekitarnya yang ingin melepas penat ke surga dunia seperti Karimunjawa. "Worth it."
Yup. Setelah selesai mempresentasikan Karimunjawa lewat power point, moderator Ony Jamhari mempersilakan admin Koteka Gana Stegmann memutar video tentang perjalanan blogger Uswarachma yang mengadakan perjalanan ke Karimunjawa selama 3 hari dua malam dengan tur guide murah.
Salah satu yang ngeri-ngeri sedap adalah kunjungannya ke penangkaran hiu Black finn. Ihhhh ... serem. Kalian berani nggak menerima tantangan? Iya, nggak usah jauh-jauh ke Raja Ampat.
Baiklah, dari Karimunjawa, Indonesia, mimin mengajak kalian untuk pergi ke Jerman. Kali ini ke Osnabrueck. Di wilayah utara Jerman itu ada diaspora Indonesia Dian Yusvita Intarini, M.Sc. Principle Research Consultant at Dala Institute for Environment and Society diwilayah Jerman sejak 2018.
Ia lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 2002 dan meneruskan S2 di Universitas Hohenheim, Jerman pada tahun 2005, mendalami ilmu pertanian.
Saat ini, ia sedang menyelesaikan program Ph.D nya, di Universitas Twente, Enschede, Belanda. Mohon doa restunya biar cepat selesai, ya.
Nah, bagi kalian yang pengen tahu perbedaan pertanian di Jerman dan Indonesia, beda gaya hidup petani Jerman dan Indonesia, tahu sebab mengapa pemerintah Jerman sangat melindungi petani sehingga harga tanah untuk petani murah, hingga perbedaan alat-alat yang digunakan dalam mengembangkan dunia pertanian negeri berkembang dan negeri maju, serta banyak lagi wawasan baru yang akan kita gali. Makanya, ayo jangan malu-malu apalagi ragu, gabung zoom Koteka pada:
Mimin akan sangat senang jika kalian punya minat dan waktu serta energi untuk bertemu besok.
Sembari jalan-jalan ke Osnabrueck, kita cari ilmu. Sampai jumpa hari Sabtu.
Salam Koteka (GS).
