Hi, everyone, apa kabar?
Masih sehat dan bahagia?
Sabtu lalu mimin sudah mengajak kalian jalan-jalan ke Bali, tepatnya di desa wisata Sudaji, Buleleng. Ada bapak KS. Zanzan sebagai founder dan owner dari OmUnityBali yang sudah banyak berkisah tentang gambaran pengembangan desa Sudaji.
Bapak Zanzan yang sudah 21 tahun meninggalkan desa Sudaji, memutuskan untuk kembali ke kampung. Sudah banyak ilmu di bidang hospitality yang ditimbanya selama berada di hotel-hotel terkenal Indonesia.
Di sana, pak Zanzan berpikir "Apa yang bisa dilakukan untuk desa?" Untuk mengetahui jawabannya, ia memutuskan untuk menyepi di gunung selama 33 hari.
Meditasi membuahkan pikiran jernih. Ada ide yang dibawa pulang ke rumah. Betul, mengembangkan desa yang hijau gemah ripah loh jinawi menjadi tujuan wisata alam.
Desa Sudaji, Suda yang artinya bersih atau holly dan Aji yang mempunyai makna knowledge atau kemampuan. Dan memang desa berubah dari tempat sampah menjadi tempat meditasi.
Desa ini juga mengikuti lomba ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia) yang diadakan kemenparekraf. Desa Sudaji masuk 50 besar. Bangga bukan?
Tambah bangga karena kehadiran bapak menparekraf Sandiaga Uno di desa. Nggak heran kalau ibu-ibu PKK Desa Sudaji nggak rela waktu bapak mentri pergi. Semua berebutan, berdesakan ingin selfie dengan mas mentri.
Guru yoga ini juga mengatakan bahwa desa ini sudah berencana untuk memasuki WTO UN. Master plannya sebagai DEVI, desa digital, desa virus lalu desa viral.
Betapa tidak, lihatlah bagaimana desa membuat anak-anak SD semangat mengumpulkan sampah plastik untuk ditukar dengan beras. Pemisahan sampah plastik pun menjadi perhatian desa Sudaji. Setelah dipisahkan, sampah jadi pupuk dan plastik diambil penadah untuk dicacah dan menjadi kerajinan.
Hijaunya desa Sudaji tampak dalam layar video yang diputar selama talkshow. Banyak subak basah di sana. Fokusnya memang padi yang bisa dipanen dalam waktu 6 bulan. Selain itu ada cengkeh dan durian yang subur, menjadi komoditi yang menghasilkan pundi-pundi. Sekali lagi pak Zan mengingatkan; good soil - good soul!
Makanya desa wisata ini cocok untuk wisatawan middle up, yang tertarik dengan alam, bukan melulu untuk anak muda yang suka hingar bingar. Ketenangan sangat ditawarkan di sini. Video tentang meditasi di arus air sungai di antara bebatuan dan di bawah pohon besar adalah wisata anti mainstream yang ditawarkan di sana.
Sayang sekali, perlu ada pengembangan lebih lanjut untuk sektor transportasi. Infrastrukturnya harus diperbaiki supaya semakin banyak wisatawan yang berkunjung dari mana saja dan kapan saja. Saran Kompasianer Tamita, supaya ada bus yang lewat ke sana setiap waktu, akan mendorong orang untuk semakin semangat berkunjung.
Yup, dari Bali, Komunitas Traveler Kompasiana akan mengajak kalian ke Purwakarta. Kali ini mimin ingin mengundang kalian untuk mengetahui bagaimana perjalanan 20 Kompasianer yang diundang Disporabud Purwakarta untuk keliling tempat wisata unggulan di sana. Panitia gabungan kali ini dari Koteka dan Warga Kota sangat bahagia bahwa peserta ketagihan. Jadinya memang akan ada trip ke sana Desember nanti. Seru, kan?
Sembari nunggu, mari simak kesan pesan tuan rumah yang diwakili bapak Kabid. Pariwisata Disporabud Purwarta bapak Acep Yulimulya, S.Sos), panitia gabungan diwakili ketua Koteka, mas Ony dan dari Warga Kota, yakni Mira Habibah dan salah satu peserta, Nurul Dwi Larasati pada:
Lewat obrolan nanti, diharapkan akan ada tips untuk trip mendatang, supaya Kotekatrip tambah heboh dan pesertanya makin happy dan terangsang untuk mengunjungi tempat-tempat wisata lokal yang tersebar di tanah air dari Sabang sampai Merauke, siapa tahu ingin mengembangkannya?
"Ke Bogor jangan lupa ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia" (Sandiaga Uno, Kotekatalk-83, 2 April 2022).
Jumpa Sabtu.
Salam Koteka. (GS)