Hi, everyone, apa kabar?
Masih sehat dan bahagia, bukan.
Sabtu lalu, mimin sudah mengajak kalian ngobrol tentang Kompasianival. Yup, itu pesta akbar para blogger di Kompasiana dot com. Tahun ini, Kompasiana berulang tahun yang ke-14.
Untuk itu, hadir mbak Wahyu Sapta selaku the best fiksianer 2018 dan mbak Riap Windu yang rajin mengikuti Kompasianival dari tahun 2014 - 2019 (off line) dan 2020-2021 (online, berkaitan dengan pandemi).
Mbak Wahyu dari Semarang sudah datang ke pesta Kompasiana itu pada tahun 2017, dengan kereta api. Diantar suami dan anaknya, ia hanya sebentar ke sana lantaran bapak sakit.
Tahun berikutnya, pagi ia datang dari Semarang, siang sampai di Jakarta, malamnya mendapat award. Sungguh sebuah anugerah yang tidak terduga.
Mendapat undangan email dari admin Kompasiana, membuatnya makin semangat untuk datang dengan pesawat.
Tujuannya selain memenuhi undangan juga ingin bertemu dengan para Kompasianer yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Hadiah berupa 3 juta, piala dan sertifikat penghargaan merupakan hasil ketekunan mbak Wahyu yang rajin di komunitas fiksi.
Pertanyaan mbak Asita DK mengapa ia bisa terpilih sementara banyak Kompasianer lama yang tidak mendapatkan hadiah.
"Jadi teman-teman yang barangkali ingin meraih penghargaan bergengsi di Kompasianival, jangan hanya menulis tapi bergabunglah di komunitas yang ada sesuai bakat minat masing-masing. Jika menulispun harus satu jenis, jangan campur-campur alias konsentrasi pada bakat atau minatnya. Saya banyak di fiksi. Baru-baru ini, saya pilih kuliner," pesan mbak Wahyu.
Hadiah itu tidak disangkanya, ia merasa bukan siapa-siapa, dan senang berada satu panggung dengan Kompasianer seperti Dr. Posma, Mbah Ukik dan Giri Lukmanto serta Kang Pepih Nugraha yang waktu itu juga mendapatkan anugerah.
Lain lagi dengan mbak Riap Windu dari Jakarta merasa beruntung. Untuk menuju lokasi, tidak sejauh teman-teman lainnya yang datang dari pulau lain selain pulau Jawa. Hanya saja ada beberapa tempat yang sulit ia jangkau tapi tak mematahkan semangatnya. Menurutnya tahun 2015 sangat istimewa karena ada booth komunitas yang hidup di dalam Kompasiana.
Di sana, ia bisa tahu banyak tentang kegiatan masing-masing dan tentu, berkenalan dengan personil di belakang layar selama ini. Sayang sekali, menurutnya di Kompasianival berikutnya kurang diangkat. Namun ia yakin itu bisa digantikan dengan ICD yang mengusung komunitas. Contohnya di Yogyakarta dan di Malang. Selama mengikuti Kompasianival bertahun-tahun ia koleksi banyak hadiah, itulah karenanya dibagikanlah thumbler dan teman-temannya itu kepada siapa saja yang ia ingin bagi.
Seru sekali talkshow kali itu, hampir 2 jam berjalan. Sebabnya, banyak Kompasianer yang jarang bahkan belum pernah hadir, tertarik untuk ikut hadir. Contohnya Kong Ragil. Tokohnya komunitas planet kentir itu merasa terpikat dengan undangan yang dikirim melalui whatsapp.
Baginya, warna-warni Kompasianival versi Koteka pantas ia simak. Dan ia mengikutinya sampai tuntas. Begitu pula dengan William Giovani, member dari KPK itu merasa bahwa apa yang didapat para admin Komunitas Penggila Kuliner seperti Rahab Ganendra dan Yayat sudah selayaknya. Toh, mereka membangun komunitas dengan hati, tidak mengharapkan balas jasa. Anugerah dari Kompasiana itu jadi bonus. Ia juga pernah melihat bagaimana ribut-ribut soal award. Semoga tahun ini dan tahun berikutnya tidak akan terulang. Katanya ada yang bagi-bagi hadiah. Sebaiknya, lain kali penilaian harus transparan, melalui vote yang hasilnya bisa dilihat semua orang misalnya.
Siti dari Bonn yang baru beberapa tahun ini kenal Kompasiana melalui Koteka talkshow, tertarik untuk ikut suatu hari nanti. Ia menanyakan syarat-syarat keikutsertaan. Ternyata gampang ya, selain mengikuti postingan admin Kompasiana, ada microsite yang bisa dibaca dan registrasi. Ada barcode yang dikirim melalui email. Tambah pak Sutiono, peserta Kotekatalk yang rajin, peserta datang langsung daftar juga bisa. Misalnya di mall, siapa saja yang lewat bisa ikut. Jadi nggak hanya Kompasianer saja. Siapa tahu justru dari ikut Kompasianival jadi anggota Kompasiana.
Baiklah, banyak sekali celoteh dari para peserta dan kisah dari kedua narsum. Untuk lebih lengkapnya bisa disimak di youtube kanal Koteka.
Dari soal Kompasianival, Koteka mengajak kalian semua untuk mendengarkan pengalaman mbak Latifah Maurinta, Kompasianer penerima LPDP, penulis buku dan masih banyak sekali yang sudah ia raih selama ini. Mbak Latifah akan menceritakan kepada kita, bagaimana ia yang penyandang disabilitas netra, jalan-jalan dan melihat Indonesia dengan hati.
Dari keliling Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan sekitarnya. Apa kesulitan yang ia temui ketika mengelilingi Indonesia? Apakah Indonesia sudah ramah kaum disable? Apa yang harus diperbaiki di negeri ini? Apa harapannya terhadap masyarakat supaya ia dan kawan-kawan aman dan nyaman selama travel? Bagaimana ia mempersiapkan koper untuk perjalannnya? Apa yang tidak boleh ia lupa bawa selama dalam perjalanan? Semuanya akan dikupas di Kotekatalk-115 pada:
Nah, mimin yakin, perbincangan dengan Latifah akan memberikan inspirasi yang luar biasa bagi anak muda dan generasi Indonesia pada umumnya. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika ada niat, tekat, upaya dan doa. Jangan bertopang dagu dan menyalahkan keadaan saja.
Tetap semangat jalan-jalan di Indonesia aja.
"Ke Bogor jangan lupa mampir ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia." (Sandiaga Uno, Kotelatak-83, 2 April 2022)
Mari bergabung bersama kami di Kotekatalk-115. Jumpa Sabtu.
Salam Koteka. (GS)