Hi, everyone, apa kabar?
Sabtu lalu, kalian sudah mimin ajak untuk menyimak perbincangan mas Ony Jamhari, ketua Koteka 2022 dengan Latifah Maurinta, S.S. Kompasianer yang suka menulis fiksi. Selama 1,5 jam 18 peserta mengikuti tema " Melihat Indonesia dengan hatiku."
Penerima beasiswa S2 LPDP itu tuna netra. Namun dengan keadaannya yang terbatas tersebut, ia berhasil meraih mimpi-mimpinya.
Setidaknya sudah ada 19 buku fiksi tentang toleransi yang sudah ia luncurkan. Masih banyak buku yang akan ia tulis. Teman-teman pasti penasaran bagaimana ia bisa menulis di laptopnya, padahal ia difabel?
Ternyata rahasianya adalah pada keyboard dan display yang berbeda dengan milik kita orang awam. Makanya ada beberapa fitur di web yang kurang ramah difabel netra karena tidak bisa dikonfigurasi. Kompasiana ternyata dianggapnya kurang difable friendly karena ia masih merasa kesulitan.
Ditanya tentang bagaimana ia menikmati Indonesia, Maurinta yang pernah jadi narasumber talkshow bersama Miss Indonesia 2020, Natasya Oktavia M yang juga mahasiswa Universitas Udayana itu mengaku sudah pergi ke Semarang, Jogja, Bengkulu, Bandung dan tentu seputar Jakarta. Kok, bisa? Ternyata ia selalu diantar.
Selain keluarganya, ada teman-teman baik yang mau mengantar, seperti Kompasianer Ronald Wang dan Syifa.
Keluarga Maurinta memang tidak mengizinkannya pergi sendirian. Ia menambahkan bahwa ia senang travel, sayangnya infrastruktur di Indonesia kurang bagus dan kurang ramah kaum difable sepertinya. Ke depan, ia berharap ada perbaikan. Misalnya saja, tangga khusus untuk orang sepertinya, yang tidak bisa melihat.
Selain dalam talkshow bersama model dari Indonesia, rupanya Maurinta sudah menjadi model di sebuah fashion show di Semarang yang diadakan oleh Empu.
Pasalnya, ia diajak salah seorang Kompasianer Leya Cattleya, yang pernah mendapatkan anugerah tak terhingga pada Kompasianival 2019, sebagai "best in opinion, people choice, dan the headliner."
Ia memeragakan karya wastra Empu yang berasal dari bahan dan warna alam. Menurutnya, ia setuju dan mengapresiasi apa yang dilakukan mbak Leya, memberi kesempatan difable untuk berperan serta dalam dunia fashion.
Ia yakin, di dunia ini nggak hanya mbak Leya dan Viktoria Secret yang mengajak model penyandang down syndrom untuk memeragakan karyanya. Masih banyak tentu designer lokal dan internasional yang memberikan tempat tanpa pandang bulu.
Menyangkut soal buku, ia merasa bahagia bahwa dimulai dari kesukaannya menulis fiksi, menulis blog di Kompasiana, ia jadi mengenal penerbit mulai dari yang indie, semi mayor dan mayor.
Pengalaman mengejutkan baginya adalah ketika ia ditemukan dengan penerbit sebesar Andi Press. Kok, bisa dan banyak banget tulisan fiksi Maurinta? Tulisan fiksinya biasanya berasal dari pengalaman pribadi dan orang lain yang diceritakan kepadanya lalu dikemas sedemikian rupa.
Nah, semoga obrolan santai sederhana bersama Maurinta menginspirasi kita semua. Kalau Maurinta saja bisa semangat dan bisa mendapatkan apa yang ia cita-citakan, kita juga harus bisa. Tapi nggak bisa dalam sekejap mata, ya? Ada halangan dan rintangan yang pasti akan menguji kesabaran manusia.
Baiklah, dari Bandung, Komunitas Traveler Kompasiana, KBRI Doha dan International Office UIN Walisongo Semarang menggelar talkshow Kotekatalk-116 dengan tema "Sekilas Doha dan Dukungan KBRI Doha dalam World Cup 2022."
Kami mengundang bapak dubes RI Doha H.E. Ridwan Hassan untuk memberikan sambutannya. Fungsi Pensosbud KBRI Doha Ali Murtado akan menjadi pembicara pada:
Apa saja dukungan KBRI Doha dalam persiapan dan pelaksanaan World Cup 2022? Adakah public viewing yang akan diselenggarakan KBRI? Apakah KBRI diundang untuk hadir dalam pembukaannya? Apakah ada diaspora Indonesia di Doha yang menjadi relawan dalam pesta akbar sepak bola sedunia itu?
Bagaimana dengan wisatawan Indonesia yang menuju Doha dan ingin mengikuti acara tersebut? Betulkah ada kebebasan tanpa tes Covid19? Haruskah tetap pakai masker selama di Doha? Apa itu kartu Hayya?
Apakah orang asing betul akan mendapatkan visa tambahan selama 29 hari sebagai fans sepak bola? Bukankah sudah dari dulu ada peraturan bahwa memasuki Doha bisa gratis selama 30 hari sebagai turis?
Dan masih banyak lagi pertanyaan yang akan dijawab dalam zoom. Apakah kalian punya juga pertanyaan seperti berapa banyak pekerja Indonesia di Doha?
Berapa bea hidup selama sebulan di sana? Apakah nyaman tinggal di negara yang memiliki padang pasir yang luas? Tempat wisata mana saja yang bisa kita kunjungi di Doha?
Jangan lupa daftar dan bergabung pada hari Sabtu ini, supaya nggak penasaran dengan rentetan pertanyaan tersebut di atas.
World Cup 2022 adalah acara pertandingan sepak bola sedunia yang diadakan empat tahun sekali di negara yang disetujui FIFA. Tahun ini, Qatar mujur mendapatkan kesempatan emas.
Persiapan yang luar biasa, didera pro dan kontra. Salah satunya karena soal bagaiman negara itu menyulap padang pasir dengan stadion-stadion raksasa berstandar internasional yang mempekerjakan orang asing di luar Qatar. Banyak yang mengkhawatirkan kondisi mereka. Terlepas dari itu, ketua FIFA meyakini bahwa pesta bola ke-22 kali ini akan paling dahsyat.
Semoga kegiatan tingkat internasional yang akan menyedot milyaran mata di layar kaca itu lancar selama penyelenggaran tanggal 20 November hingga 18 Desember 2022 nanti.
Baiklah. Jumpa Sabtu. Kita ke Doha.
Salam jalan-jalan. (GS)