Hi, everyone, apa kabar?
Masih sehat dan bahagia?
Sabtu lalu, mimin sudah mengajak kalian untuk menyimak perbincangan tentang "Sekilas Doha dan Dukungan KBRI Doha dalam World Cup 2022." Hadir memberikan sambutan, bapak dubes RI Doha H.E. Ridwan Hassan yang waktu itu sedang dalam perjalanan konser budaya di Doha, di mana tim angklung Mang Ujo memberikan jamuan di World Cup 2022.
Inilah soft diplomacy dari Indonesia, walau tidak ikut berkompetisi. Toh, 60-70 diaspora di Doha dan dari Indonesia yang ikut menjadi relawan dalam acara akbar itu. Ingat, ya, bola dari pertandingan dibuat di Indonesia. Ada andil juga dari orang-orang kita dong.
Beliau menggambarkan betapa megah 8 stadion yang diperuntukkan bagi pesta sepak bola sedunia ini. Stadion bisa ditempuh 30-45 menit dengan roda empat. Ini merupakan contoh betapa sungguh-sungguh negara dalam menyukseskan acara FIFA di negara kecil dengan padang pasir, memudahkan atlet dan penonton dari beragam negara.
Bapak Ali Murtado selaku sekretaris 1 Pensosbud KBRI Doha melanjutkan presentasi tentang tema yang diambil. Doha yang sangat mendukung rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan, kebudayaan dan olahraga itu sampai menutup kantor-kantor supaya WFH. Makanya nggak heran, kantor hanya buka pagi hari demi menghindari kemacetan jalan.
Disampaikan pula tentang Hayya Card yang merupakan syarat memasuki negara Qatar berkaitan dengan World Cup 2022. Dengan memiliki tiket menonton acara itu, kartu ini bisa dimiliki.
Bagi yang tidak memiliki tiket nonton, tidak akan mendapatkan kartu Hayya. Artinya bebas visa di negara yang diblokir negara tetangganya itu untuk sementara dipending. Kabarnya ini akan dibuka lagi setelah tanggal 2 Desember. Masih ada kesempatan menonton sisa pertandingan ....
Menjawab tentang pro-kontra dibangunnya stadion yang mengakibatkan puluhan ribu pekerja meninggal, Pak Ali berdiplomasi bahwa Qatar adalah negara Arab yang sudah modern.
Banyak sekali perkembangan yang menyikapi aturan lama menjadi lebih modern. Sudah banyak upaya mereka untuk melindungi orang baik penduduk asli maupun pendatang.
Contohnya saja sistem Kafalah, di mana asisten rumah tangga atau pekerja domestik yang bekerja di satu keluarga biasanya kalau ingin pindah ke keluarga lainnya, harus dengan persetujuan dari keluarga pertama. Ini sudah dihapuskan. Artinya, sudah ada kiat untuk demokratis.
Inipun pak Ali yakini, menjadi gambaran bagaimana Qatar menyikapi tanggapan negatif karena pembangunan besar-besaran di negaranya demi sepak bola dan image negara. Bahkan sudah diumumkan keinginan Qatar dalam menyumbangkan kursi bekas di stadiun kepada Afrika.
Pak Ali juga menjelaskan bahwa tidak benar ada larangan alkohol secara total selama World Cup. Di stadion memang tidak diperbolehkan karena ini akan memicu kericuhan yang tidak diinginkan Qatar. Seperti biasanya, para Hooligans atau fans berat masing-masing negara memenuhi stadion, keamanan tetap dijaga dengan mengundang tentara dari Amerika, Pakistan dan negara lainnya.
Karena Pak Ali harus meninggalkan ruangan, acara dilanjutkan moderator Gana Stegmann dengan memutarkan video keindahan Doha dan bertanya kepada salah satu peserta dari Doha.
Dicky, diaspora yang bekerja sebagai pramugara dari maskapai Qatar itu menceritakan seperti apa tempat yang harus dikunjungi selama di Doha. Ia menyebut Shouk Waqif di mana pasar semi modern yang menjual barang khas Qatar, pasar burung, pasar emas dan restoran Arab (Iran, Irak, Qatar), Turki dan lainnya.
Cultural village menjadi tempat yang asyik untuk jalan-jalan. Sejarah Qatar bisa dibedah di sana. Museum juga merupakan tempat yang pas untuk didatangi. Selain banyak yang gratis, ada sesuatu yang menginspirasi.
Terakhir, ia menyarankan untuk datang pada bulan November-Februari karena udara sejuk. Tahu sendiri, kan, negara padang pasir....
Baiklah, dari Qatar, kami ajak kalian kembali ke tanah air. Kali ini, ada mbak Asita DK, Kompasianer senior yang rajin banget traveling dan menuliskannya dalam bentuk buku.
Sekarang ini, sedang bertapa membuat buku tentang Banyuwangi. Nah, kita bakal dibocorin tentang keindahan kota ibu mertua yang sudah dinikmatinya berkali-kali.
Banyuwangi, disebut-sebut sebagai The Majestic di Jawa Timur. Sebagai ibu kota kabupaten, ia tidak hanya menampilkan pesona alam tapi juga penyimpan sejarah. Ingat, ada Kanjeng Raden Tumenggung Wiraguna I atau Mas Alit yang diangkat menjadi Bupati Banyuwangi yang dulu disebut Wana Tirtaganda pada tahun 1774.
Bukti sejarah berupa situs bisa kalian tilik di kompleks Inggrisan, kelenteng Hoo Tong Bio, taman makam pahlawan Wisma Raga Satria dan Taman makam pahlawan Wisma Raga Laut (di pantai Boom).
Jika ingin menikmati alam, pergilah ke arah timur, di garis pantai yang berbatasan dengan selat Bali. Indah banget, dong! Selain itu, nama pantai Santen dan pantai Boom banyak disebut juga sebagai pantai-pantai yang membuat kalian kangen Banyuwangi. Ombaknya nggak tinggi, lho.
Andai saja malas ingin berada di tengah kota, nikmati taman-taman kota yang ditata apik. Jangan tanya bagaimana taman Srijantung, taman Blambangan dan Taman Tirta Wangi itu seperti apa, saksikan sendiri! Habis itu nikmati kuliner di pusat jajanan sore di kawasan jalan Sutoyo, jalan Katamso dan jalan Sugiono. Lengkap sudah.
Kota yang berbau pedesaan bisa kalian temukan di kelurahan Sumberrejo, kelurahan Kebalenan, kelurahan Pakis, kelurahan Sobo. Ada sawah, ada hutan, ada hewan ternak. Seru!
Untuk lebih lengkapnya, gabung Kotekatalk-117 yang membahas Banyuwangi pada:
Kalau kalian akan ada acara di Jawa Timur, barangkali akan lewat Banyuwangi, bisa mampir kan. Makanya sayang banget jika obrolan kami ini nggak dipantengin. Pasti ada wawasan baru dan ide yang muncul setelah mengikutinya.
"Ke Bogor jangan lupa mampir ke istana. Di Bogor ada bunga Raflesia. Bersama Komunitas Traveler Kompasiana, kita bangkitkan pariwisata Indonesia." (Sandiaga Uno, Kotekatalk-83, 2 April 2022).
Jumpa Sabtu, kita ke Banyuwangi lewat virtual.
Salam jalan-jalan. (GS)